Lamak, Simbol Pijakan Menuju Kesejatian

1








Oleh : Agung Bawantara

Lamak adalah semacam taplak dari daun enau yang dirajut dengan lidi bambu. Lamak ditempatkan di ruang-ruang kecil pada bangunan-bangunan Pura di Bali yang dinamakan dengan palinggih sebagai alas untuk meletakkan bebanten (sajian persembahan). Dalam Bahasa Kawi (Jawa Kuno), kata lamak memang berarti alas. Penggunaan lamak sebagai alas sesajen umumnya pada hari-hari besar atau upacara-upacara penting Hindu di Bali.

Selain sebagai alas persembahan, lamak juga di pasang pada penjor. Penjor adalah kelengkapan upacara di Bali yakni sebatang bambu utuh (dari pangkal hingga ujung) yang dihias dengan daun enau muda atau janur lalu dilengkapi dengan berbagai hasil bumi berupa padi, palawija dan buah.

Dalam sebuah lamak terdapat berbagai ornamen keagamaan seperti gunungan, cili-cilian, bulan, bintang, matahari dan sebagainya. Semua itu melambangkan alam semesta yang menjadi pijakan kita menapaki hidup dalam sebuah pusaran waktu
menuju ke Kesejatian.

Dari sudut lain, dalam sebuah tulisannya yang menguls tentang penjor, Ida Bhagawan Dwija mengatakan bahwa lamak merupakan simbol dari Reg Weda, yakni bagian dari kitab suci Hindu yang mengajarkan tentang mantra-mantra pemujaan. Sayang Bhagawan Dwija tak mengelaborasinya lebih detil.

Keterangan Foto:

Dari kiri ke kanan, tiga foto pertama di atas menggambarkan beberapa lelaki Bali bersama-sama membuat lamak dalam ukuran panjang, lalu beberapa perempuan melanjutkannya dengan memberi ornamen. Foto terakhir menunjukkan proses pembuatan Penjor Agung, yakni penjor yang berukuran besar. Tingginya bisa mencapai 10-15 meter.

Semua foto di atas adalah karya I Made Widnyana Sudibia.

Post a Comment

1Comments

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*